Budaya Baca Buku Solusi Hilangnya Mata Pelajaran TIK Di Sekolah

 Membudayakan Minat Baca Buku Solusi Hilangnya Mata Pelajaran TIK  Di Sekolah
Oleh : Zaenal Ikhsan, S.Kom ( SMAN 1 Bojonegoro )

Perkembangan teknologi terutama teknologi komunikasi dan teknologi informasi (ICT), yang telah memperngaruhi sluruh aspek kehidupan tak terkecuali pendidikan, sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk memberikan dukungan terhadap adanya tuntutan reformasi dalam system pendidikan. Pengembangan dan pemanfaatan media pembelajaran berbasis TI baik yang bersifat  off-line  maupun  on-line , bisa dimanfaatkan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berminat.
Teknologi informasi dan Komunikasi (TIK), dalam jangka waktu yang relatif singkat, berkembang dengan sangat pesat. Pengguna Internet di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat signifikan. 
       Dalam kebijakan nasional, TIK menjadi kunci dalam 2 hal yaitu (1) effisiensi proses, dan (2) memenangkan kompetisi. Demikian juga dengan lembaga pendidikan (sekolah). Tanggung jawab sekolah dalam memasuki era globalisasi yaitu harus menyiapkan siswa untuk menghadapi semua tantangan yang berubah sangat cepat dalam masyarakat kita. Hal ini menyebabkan sekolah dituntut untuk mampu menghasilkan SDM-SDM unggul yang mampu bersaing dalam kompetisi global ini. Peningkatan kualitas dan kemampuan siswa dapat dilakukan dengan mudah, yakni dengan memanfaatkan internet sebagai lahan untuk mengakses ilmu pengetahuan seluas-luasnya. Upaya ini dapat dilakukan dengan memasukkan TIK sebagai pendekatan dalam proses pembelajaran pada Lembaga Pendidikan (Sekolah). Dinas Pendidikan Nasional sebagai induk dari sekolah, memiliki beberapa program yang berguna bagi peningkatan kualitas siswa dan sekolah dengan memanfaatkan TIK, misalnya Jaringan Informasi sekolah ( www.jis.or.id ),  portal bahan belajar dan jaringan komunikasi sekolah ( www.edukasi.net ),  media  sharing  ilmu pengetahuan (Open Knowledge & Education,  www.oke.or.id ). 
        Dari pernyataan di atas menunjukan bahwa TIK sangat diperlukan dalam proses pembelajaran pada lembaga pendidikan (Sekolah), namun beberapa sekolah di Propinsi Sulawesi Tenggara belum siap melaksanakan pembelajaran TIK. Hal ini terungkap pada sosialisasi Undang-Undang No. 19 Tahun 2005, tentang Standarisasi Pendidikan Nasional di LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan) Kendari, pada akhir tahun 2005, beberapa kepala sekolah dan guru mempertanyakan tentang mata pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Mata pelajaran ini dianggap sulit diajarkan karena sebagian besar guru belum memiliki kemampuan yang memadai untuk mengajarkan mata pelajaran TIK tersebut, beragamnya persepsi dan sikap guru tentang TIK. Di samping itu beberapa sekolah belum dilengkapi komputer yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran guna menunjang peningkatan mutu pendidikan. 
         Kemampuan dan pemahaman guru terhadap TIK dipengaruhi antara lain oleh persepsi. Presepsi guru sebagai hasil proses mental menghasilkan bayangan sehingga ia dapat mengenal obyek dengan jalan asosisiasi pada suatu ingatan lebih lama. Proses mental yang dikembangkan merupakan hal posisitif sehingga guru menyadari keberadaan dan fungsinya sebagai pentransfer nilai, ide dan konsep kepada siswanya.
         Apakah dasar-dasar pemikiran itulah yang membuat pemerintah menghilangakan mata pelajaran TIK di sekolah tingkat SMP,SMA dan SMK ? dan diganti menjadi Bimbingan Pelayanan TIK atau dikenal dengan BP TIK yang porsi kerjaanya tidak jelas. 
Budaya Membaca Buku Menjadikan Solusi Setelah Hilangnya Mata Pelajaran TIK ? Untuk menumbuhkan minat baca pada siapa pun akan mudah bila ada sarananya yaitu buku yang akan dibaca misal di perpustakaan atau buku yang dapat dibeli di toko buku. Persoalannya, bila seseorang atau seorang pelajar berminat membaca 
buku sedangkan sarananya yang utama buku tidak ada, perpustakaan disekitarnya pun tidak ada, toko buku tidak ada, kalau pun ada, uang untuk membeli buku tidak ada, lantas bergunakah tips menumbuhkan minat baca sedangkan bukunya tidak tersedia? Apa yang akan dibaca? Inilah fakta yang sesungguhnya terjadi pada sebagian masyarakat atau pelajar di Indonesia. Jadi tips itu berguna jika sarana-nya yaitu buku tersedia.
       Dengan memahami kondisi di atas maka diharapkan pemerintah berusaha dengan keras untuk menyediakan buku sampai ke tingkat desa bahkan RT/RW, misalnya dengan membangun perpustakaan. Menyediakan buku bacaan bagi anak-anak atau pelajar dan masyarakat umum sebagai salah satu usaha mencerdaskan bangsa, tidak hanya menjadi kewajiban pemerintah tapi juga menjadi kewajiban bagi siapa saja yang merasa mampu dan mempunyai kepedulian terhadap kemajuan pendidikan Indonesia.
       Untuk membangun budaya membaca dan menulis dibutuhkan sarana dan prasarana yaitu buku dan perpustakaan yang harus dibangun sampai tingkat desa bahkan RT/RW. Pembangunan perpustakaan dapat disinergikan dengan dibangunnya PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat). Dukungan dari berbagai pihak sangat diharapkan, misalnya dari perusahaan-perusahaan melaui program Corporate Social Responsibility (CSR) atau dari filantropi Indonesia. 
Previous
Next Post »