Oleh : Zaenal Ikhsan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di
desa selama seakan luput dalam kajian ketertinggalan pembangunan diperdesaan.
Bahwa desa-desa juga mengalami ketertinggalan informasi yang sangat besar
dibandingkan kota sehingga pasar asimetrik tidak sempurna selalu terjadi dan
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ketimpangan pembangunan desa-kota. Walaupun
berbagai isu dan tantangan kontemporer dalam paradigma pembangunan
kelembagaan pedesaan dengan determinasi teknologi yang sudah mulai
memasuki pola dan sistem pemerintahan dan pengembangan masyarakat pedesaan
memiliki banyak kelemahan.
Termasuk adopsi TIK oleh Pemerintah (desa)
yang kerap dipandang masyarakat lamban sehingga muncul berbagai kasus yang
menyebabkan TIK dipandang sebagai hal yang negatif dan tidak “cocok” untuk
masyarakat, akan tetapi perlahan, timbul kesadaran bahwa TIK bukanlah musuh
namun merupakan alat yang efektif dan efisien dalam berbagai hal terkait
produktivitas. Inilah yang mendasari gagasan dan inisiatif dari masyarakat desa
dan kita sebagai intelektual yang peduli terhadap dampak TIK untuk masyarakat
khususnya pedesaan untuk menerapkan implementasi TIK dalam peri-kehidupan ber-ekonomi-politik,
tak hanya sebatas koneksi individual yang diwujudkan dalam bentuk koneksi
internet di telepon selular anak-anak muda perdesaan yang semakin marak. Dalam
konteks ini, diharapkan oleh para pengusung TIK untuk desa bahwa TIK adalah
alat untuk mencapai kesejahteraan yang selama ini seakan utopis.
Saat ini, upaya ini juga mendapatkan dukungan
dari sisi kelembagaan yaitu terbitnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
yang menjadikan gerakan-gerakan “Internet masuk desa”, penggunaan TIK untuk
pengembangan potensi desa, pelatihan SDM Desa Melek TIK dan sebagainya menjadi
feasible untuk dilakukan. Seperti apa gerakan yang akan dibangun? Yang pasti,
dalam praktiknya hubungan aktivis masyarakat sipil yang melakukan berbagai
kampanye dan kegiatan TIK untuk desa diharapkan tidak serta merta menjadikan
gerakan-gerakan ini hilang, akan tetapi justru memperkuat identifikasi
keberhasilannya di masyarakat desa dan mendapatkan dukungan (misal dana,
tempat pelaksanaan kegiatan, surat resmi dan lain sebagainya dari
institusi misalnya Pemerintah Kabupaten, Kecamatan, Kominfo dan swasta misalnya
operator telekomunikasi). Sehingga kedepan, model pemberdayaan dan partisipasi
masyarakat berlangsung pada arena partisipatif yang konstruktif berlandaskan
saling kerjasama antar komponen berbasis modal sosial desa. Alhamdulillah di
kota Bojonegoro telah menerapkan program melek TIK mulai dari desa sampai kota
dan program melek TIK harus dilakukan semua unsur atau kalangan yang ada bukan
pelajar atau pegawai saja tetapi orang kalangan bawahpun juga harus melek TIK.
Go Bojonegoro Melek TIK Melalui Blog….
Sign up here with your email